PEKANBARU, Riau Eksis.com- Setakat ini, pemerintah mengeluarkan langkah kebijakanya mencabut izin. Terlebih itu pada sektor perkebunan. Yang nanti ini diprediksi bisa menimbulkan kerawanan sosial.
Kementerian teknis harus berhati-hati menindaklanjuti pernyataanya Presiden terkait pencabutan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan yang diterlantarkan seluas 34.448 hektare. Pasalnya, HGU adalah Hak Atas Tanah (HAT) dan juga bukan izin, yang didasarkan pada UU No 5 tahun 1960 beserta halnya peraturan-peraturan turunannya.
Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Ilmu Tanah IPB University Prof Dr Budi Mulyanto. Ia pun, mengatakan karena merupakan HAT atau Right, maka HGU mempunyai kewenangan konstitusional yang diikuti untuk harus melaksanakan berbagai peraturan-perundangan yang berlaku dan tanggung jawab.
Menurutnya, untuk mendapatkan HGU, perusahaan perkebunan harus melalui proses perizinan panjang, salah satunya pelaksanaan izin lokasi yakni dalam hal pembebasan lahan/tanah.
"Tanah tersebut juga harus bebas dari ketentuan status kawasan hutan, kayu/hasil hutan, garapan masyarakat, peta moratorium, inti-plasma serta konflik perizinan," ujar Budi Mulyanto yang juga Ketua Umum Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI), dalam rilisnya.
Jika sudah mendapat HGU, Budi Mulyanto setuju jika lahan tersebut sebaiknya segera ditanami kalau tidak ingin dikenai PP 11 tahun 2010 tentang Tanah Terlantar, HGU dicabut. Hanya saja, kalau lahan tersebut sudah jadi kebun yang bagus dan serta ditanami, sebaiknya tidak boleh diganggu gugat.
Karena itu, Budi Mulyanto menyarankan tindaklanjut kementerian teknis harus sangat berhati-hati melakukan verifikasi detail, transparan dan akuntabel. Sebut dia, jika halnya tindaklanjut pernyataan Presiden Jokowi tidak dilakukan secara berhati-hati, maka bisa akan berpeluang menimbukan dampak kerawanan sosial. Kondisi seperti ini pernah terjadi masa lalu.
Pemerintah, kata Budi Mulyanto, juga harus bersikap tegas terhadap pihak-pihak dengan sengaja mem-framing seolah-olah sudah ada keputusan final terkait pencabutan lahan HGU yang kini beredar di masyarakat. "Hiruk-pikuk hal pencabutan perizinan inikan berpeluang menurunkan rangking ease of doing bussiness atau EODB," kata Budi.
Terpisah, pakar hukum kehutanan dan lingkungan Dr Sadino mengatakan, pemerintah wajib melakukan verifikasi terkait luasan HGU perkebunan yang ditelantarkan seluas 34.448 hektare.
Kata Sadino, karena tidak semua HGU perkebunan bisa ditanami. Ada bagian seperti lahan berpasir, lahan yang diapit sungai atau masuk dalam kawasanya High Conservation Value (HVC) tidak bisa dan tidak boleh ditanami.
"Bahkan, di sejumlah lahan perkebunan negara masih banyak lahan yang tidak bisa ditanami, karena masih berkonflik dengan masyarakat sekitar," ungkapnya. Sadino juga mengingatkan, pemerintah tidak bisa seenaknya menindak lahan HGU tanpa verifikasi yang transparan. Pasalnya dalam HGU ada ada amanah dari pelepasan kawasan ditingkatkan menjadi HAT.