Senin, 31/08/20
 
Ekspedisi PWI Riau ke Taman Nasional Bukit Tiga Puluh dengan Tema Wartawan Peduli Taman Nasional
Misteri Emas Sebesar Kuda, Magnet untuk Berkunjung ke Taman Nasional Bukit Tiga Puluh

ditma | Riau
Senin, 23/08/2021 - 17:11:40 WIB

TERKAIT:
   
 
Di perjalanan menuju Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) saya membayangkan kehidupan sekelompok masyarakat pedalaman yang mempunyai hubungan yang harmonis antara manusia dengan hewan di dalam hutan kawasan Taman Nasional itu, mungkin kira-kira seperti film The Jungle ya guys.

Sebagai masyarakat Riau yang lahir dan dibesarkan di Kota Pekanbaru, saya sudah sering mendengar nama Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT), namun baru dapat kesempatan berkunjung dan melihat langsung Taman Nasional ini pada tanggal 6 sampai tanggal 8 Agustus 2021, bersama rombongan ekspedisi PWI Riau yang terdiri dari 45 wartawan lokal dan nasional, media cetak, radio, televisi dan wartawan media online dengan membawa tema "Wartawan Peduli Taman Nasional."

Taman Nasional Bukit Tiga Puluh) adalah Taman Nasional yang terletak
pada lintas provinsi dan kabupaten, yaitu di Kabupaten Indragiri Hulu dan Kabupaten Indragiri Hilir di Provinsi Riau, dan Kabupaten Tebo dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat di Provinsi Jambi.

Taman Nasional Bukit Tiga Puluh ditetapkan sebagai kawasan taman nasional melalui SK Menteri Kehutanan Nomor 539/KPTS-II/1995.

Mungkin gambar 7 orang, orang berdiri dan luar ruangan
Bersama ketua PWI Riau, Zulmansyah,Sekedang, Dewan penasehat PWI Riau Helmi Burman, dan peserta Ekspedisi istirahat sejenak di Bukit Tengkorak sebelum sampai camp granit

Perjalanan kami ke TNBT dimulai dari Resort Granit di Kecamatan Talang Langkat Pematang Rebah Kabupaten Indragiri Hulu menuju ke Camp Granit yang berada di dalam kawasan hutan TNBT. Kami menempuh perjalanan 1 jam 30 menit dengan kondisi jalan tanah merah yang menanjak disertai lubang dan penuh dengan tantangan, namun mengasyikkan bagi wisatawan pecinta alam.

Sepanjang perjalanan, saya mendapat penjelasan dari Abdul Hamid (40) salah seorang staf di TNBT, yang kebetulan mendapat tugas untuk nyupirin saya dan beberapa teman wartawan dari PWI Riau yang mengadakan ekspedisi ke TNBT.

Pak Hamid bercerita, jalan ini dulunya dibuat oleh PT Granit yang mempunyai tambang batu granit di dalam area TNBT, demikian juga dengan Camp Granit tempat kami menginap, dulunya adalah camp tempat karyawan PT Granit bermalam. Tapi sampai sekarang nama Camp Granit tetap dipakai tuturnya.

"Jalan ini dulu dibuat oleh PT Granit untuk akses ke tambang granit, dan camp itu adalah milik PT Granit juga untuk tempat menginap karyawannya," jelas Hamid.

Pak Hamid yang telah bekerja di TNBT kurang lebih selama 20 tahun setelah dia menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Pertanian (SPMA) di Pekanbaru. Hamid sudah mengenal hampir secara keseluruhan Taman Nasional TNBT ini. Menurut cerita dia, tugasnya sebagai pengendali ekosistem mengharuskan dia berkeliling Taman Nasional TNBT baik dengan motor trail ataupun mobil untuk mengawasi ekosistem dan penduduk yang bermukim di dalam kawasan TNBT.

Hamid sepertinya sangat menikmati pekerjaannya, dia juga bercerita pernah bertemu dan beriringan jalan dengan harimau Sumatra dan ular yang sangat panjang dan besar.


Mungkin gambar 4 orang, orang berdiri, pohon dan luar ruangan
Menuju camp granit

"Dulu sekitar tahun '98, suatu malam sekira pukul 11 malam sewaktu saya dalam perjalanan menuju Camp Granit di kilometer Lima, saya bertemu dengan harimau Sumatra dan pada waktu yang lain saya juga pernah melihat ada ular besar yang melintas di jalan yang panjang menutupi seluruh badan jalan, walau ketakutan karena waktu itu saya sendirian dan mengendarai motor trail , tapi alhamdulillah harimau dan ular itu pergi tanpa mengganggu, mungkin karena saya sudah minta izin untuk lewat di sana walau minta izin hanya di dalam hati saja , karena mulut saya terkunci
karena ketakutan,begitu melihat sang datuk yang gagah (harimau Sumatra )," tutur Hamid.

Menurut Hamid, dia dan teman-temannya sesama staf di TNBT sudah terbiasa keluar dari kawasan hutan TNBT untuk membeli makanan atau kebutuhan lainnya dan kembali ke camp larut malam.

Dulu, Hamid kembali melanjutkan bercerita, masyarakat pedalaman yang menetap di kawasan TNBT seperti Suku Kubu, Talang Mamak dan Suku Melayu Tua. Di antara masyarakat suku pedalaman itu, ada yang mengaku pernah melihat bongkahan emas raksasa yang kira-kira besarnya seukuran kuda dewasa...wow...(sulit juga membayangkannya hehe). Dan masyarakat disini percaya kalau di kawasan hutan TNBT itu banyak terdapat emas yang bisa ditambang .

"Karena cerita itu, banyak juga orang dari luar kawasan TNBT yang berdatangan untuk mencari emas di kawasan ini, ada juga di antara mereka membawa orang orang pintar (spiritual) untuk melacak keberadaan emas sebesar kuda tersebut, tapi setelah ditetapkannya TNBT sebagai Taman Nasional pada tahun 1995; maka segala kegiatan seperti menambang granit dan kegiatan lain yang merusak lingkungan dilarang," tuturnya.

Selama perjalanan menuju Camp Granit mobil kami beberapa kali berhenti untuk menyapa masyarakat yang baru pulang mencari damar,Jernang buah rotan dan hasil hutan lainnya. Dengan ramah, Hamid menyapa mereka.


Masyarakat pencari hasil hutan yang disapa pak Hamid, terlihat dari raut wajahnya, senang ditegur sapa oleh petugas TNBT. Dengan langkah tenang mereka membawa keranjang rotan yang tergantung di pundaknya yang sudah terisi damar, jernang ,buah rotan dan nira aren. Mereka pulang kerumah dan mengumpulkan dulu hasil hutan tersebut. Setelah cukup banyak baru mereka menjual ke pengepul.

Kepala Balai TNBT, Fifin Afriana Jogasara memang mengizinkan masyarakat baik yang tinggal di luar kawasan TNBT atau masyarakat yang bermukim di dalam kawasan TNBT, yaitu suku pedalaman, dibebaskan masuk kawasan untuk mencari hasil hutan untuk mereka jual seperti damar, nira aren, rotan, jernang, pinang dan buah buahan hutan lainnya.

"Masyarakat di sini hanya mencari hasil hutan dan mereka tidak mau merusak hutan seperti menebang pohon dan sebagainya.
Di samping itu, kita selalu mengingatkan bahwa hutan adalah milik masyarakat yang harus dirawat dan dilindungi dari kerusakan karena hutan adalah sumber kehidupan masyarakat," tutur Hamid.

Untuk membantu agar ekonomi masyarakat pedalaman meningkat, balai TNBT juga mempunyai program pelatihan dan penanaman jernang untuk masyarakat pedalaman dan masyarakat di sekitar kawasan TNBT.

"Saat ini hasil hutan yang tinggi nilai jualnya adalah buah jernang, satu kilo buahnya yang belum diolah harganya Rp30.000, dan yang sudah diolah harganya menjadi Rp600.000. Kalau hanya mencari di hutan kan jumlahnya terbatas, dan bisa saja hasilnya sedikit dan lama-kelamaan akan habis, tapi kalau masyarakat menanam jernang hasilnya pasti lebih banyak dan kualitas jernang lebih bagus karena pohon jernang dirawat dengan baik. Kita memberikan bibit jernang secara gratis, juga memberikan pelatihan budi daya jernang untuk masyarakat yang tinggal di kawasan TNBT," lanjut Hamid, sambil terus mengendarai mobil Daihatsu 4x4 keluaran tahun 80-an yang cukup tua tapi masih kuat untuk menempuh medan yang cukup berat ini.

Sepanjang perjalanan, saya mengamati pohon-pohon yang tumbuh di hutan kawasan TNBT, ternyata juga tumbuh pohon pasak bumi sehingga sangat menarik perhatian teman-teman wartawan pria (maklum, tanaman ini sering diartikan nyeleneh).

Ternyata tanaman pasak bumi itu tidak hanya tumbuh di hutan Kalimantan, tapi ada di hutan hampir di seluruh Indonesia. Sungguh suatu pengalaman yang luar biasa menyaksikan kekayaan hayati di tanah kaya raya Provinsi Riau.

Sebelum senja, kami tiba di Camp Granit dan rombongan PWI Riau dijamu oleh Kepala Balai TNBT Fifin Jogasara dengan air nira dingin , gorengan dan tape pulut yang dibungkus daun pisang, rasanya sungguh nikmat dan rasa letih kami pun terobati dengan pemandangan indah yang terhampar di sekeliling Camp Granit yang hijau dengan hamparan rumput dan pepohonan.

Malam harinya setelah santap malam bersama, kami pun mengikuti acara yang diberi tema "Bincang Rimba" yang diadakan di halaman Camp Granit, staf Camp juga sudah memasang tenda-tenda mungil untuk wartawan yang suka tidur di tenda.

dalam kesempatan ini, Kepala Balai Taman Nasional Bukit Tiga Puluh Fifin Arfiana Jogasara, S.Hut., M.Si., dalam paparannya menyampaikan dengan luas wilayah 143.143 Ha, Fifin mengelola dan mengawasi TNBT dengan jumlah staf 85 orang. 

"Untuk taman nasional seluas ini sebenarnya kita masih kekurangan SDM tapi kita berusaha melakukan pengawasan semaksimal mungkin. secara ekologis, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh merupakan kawasan yang memiliki tipe ekosistem hutan tropis dataran rendah (low land tropical rain forest), sehingga mempunyai keragaman hayati yang tinggi dan hampir seluruh spesies flora dan fauna di Pulau Sumatera, terdapat di kawasan Taman Nasional ini. Selain itu Taman Nasional Bukit Tiga Puluh terkenal sebagai tempat terakhir spesies terancam seperti orangutan Sumatera, harimau Sumatera, gajah Sumatera, badak Sumatera, tapir Asia, beruang madu dan berbagai spesies burung yang terancam punah.

Mungkin gambar 1 orang, berdiri, gunung dan pohon
Bersama kepala balai tntb Fifin Afriana Jagosara.

Selain itu, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh juga merupakan tempat tinggal bagi Orang Rimba dan Talang Mamak," papar Fifin.

Fifin juga menjelaskan bahwa kehidupan tiga suku pedalaman di kawasan hutan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh sudah ada jauh sebelum kawasan Bukit tiga puluh ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional oleh SK Menteri Kehutanan Nomor 539/KPTS-II Tahun 1995.

"Mereka hidup dari bertani dan mencari hasil hutan. Selama ini belum pernah terjadi konflik antara manusia dan hewan di TNBT. Mereka saling menghormati dan saling menghargai wilayah masing-masing. Sewaktu panen mereka tidak membawa semua hasil panen ke rumahnya tapi meninggalkan sebagian untuk dimakan oleh hewan hewan tersebut," tambah Fifin.

"Manusia dan hewan di hutan ini saling menghormati dan seperti punya wilayah dan waktu masing-masing untuk bekerja dan mencari makan walaupun mereka tinggal di area hutan yang sama," Hamid melanjutkan ceritanya.ceritanya

"Saya lihat di kamera yang kami pasang di hutan, ketika manusia/masyarakat sedang di ladang, hewan-hewan akan menghindar lewat di ladang tersebut dan mencari jalan yang lain.
Tapi setelah manusia pulang dari ladang hewan-hewan akan melewati ladang tersebut tanpa merusaknya," lanjut Hamid.

Begitupun masyarakat pedalaman yang tinggal di kawasan hutan TNBT, mereka tidak serakah, dan mencari hasil hutan sekedarnya saja , biasanya hanya setengah hari saja.

"ketika matahari sudah membuat bayang-bayang mereka harus pulang kerumahnya walaupun hasil yang mereka peroleh hari itu sangat sedikit, mereka beranggapan hanya sebanyak itulah rezeki mereka hari itu, siang sampai malam hari adalah waktu untuk binatang mencari makan, itulah keyakinan mereka masyarakat pedalaman di TNBT.

Mungkin gambar pohon dan gunung
View bukit tiga puluh

Pagi harinya, saya bersama teman-teman diajak melihat budi daya madu kelulud, kemudian melihat bekas gudang Camp Granit di mana kami harus menembus semak belukar untuk sampai di gudang granit itu.
dan selanjutnya kami istirahat dan mandi di sejuknya Air Terjun Granit. Sebuah perjalanan yang cukup menguras stamina namun mengasyikkan.

Setelah makan siang kami berpamitan dengan Kepala Balai TNBT Fifin dan staf Camp Granit. Ketua PWI Riau Zulmansyah Sekedang sebagai Ketua rombongan Ekspedisi PWI Riau mengucapkan terimakasih atas semua pelayanan yang telah diberikan kepada rombongan ekspedisi PWI Riau.

"Kami mengucapkan terimakasih kepada Mbak Fifin dan jajarannya atas semua sambutan dan makanan enak yang telah dibuatkan khusus untuk kami, dan kami sepulang dari ekspedisi ini masing-masing wartawan akan membuat tulisan tentang TNBT yang akan diekspos di media masing - masing," kata Zulmansyah .

Selanjutnya kami melanjutkan perjalanan ke Pematang Rebah, kami bermalam istirahat untuk mempersiapkan energi, karena keesokan paginya, Minggu 8 Agustus 2021, kami akan melanjutkan perjalanan ke Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Pelalawan.

Penulis: Martalena





Berita Lainnya :
 
  • Seleksi Calon Polisi, Ribuan Peserta Padati Mapolda Riau
  • Pemprov Riau Gelar Upacara Peringatan Hari Otonomi Daerah ke-28
  • 5.274 JCH Riau Mulai Diberangkatkan 12 Mei 2024
  • Kapolda Riau adakan Halal Bihalal bersama PD IV KBPP POLRI dan IKAL Propinsi Riau
  • Lantik Pengurus PWI Kuansing, Raja Isyam : Jaga Nama Baik Organisasi dan Selalu Kritik
  • Lolos Semifinal Piala Asia U-23 2024, Indonesia Cetak Sejarah
  • Halal Bihalal Polresta Pekanbaru, 2 Personil Terima Tiket Umroh dari Kapolda Riau
  • Indosat Ooredoo Hutchison Catat Lonjakan Trafik Data Sebesar 17% Sepanjang Hari Raya Idulfitri
  • Menjelajah Dunia Migas di Dumai Expo 2024: Edukasi dan Kontribusi untuk Masa Depan
  •  
     
     
     
     
    Copyright © 2014-2016
    PT. Surya Cahaya Indonesia,
    All Rights Reserved