Selama PSBB, Wamenag Bolehkan Tempat Ibadah Dibuka Sepanjang Protokol Kesehatan Dijaga
JAKARTA. Riaueksis.com -‐‐ Meski pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pandemi virus corona (Covid-19) diberlakukan tidak ada penutupan tempat peribadatan. Bahkan siapapun dilarang untuk melakukan penutupan tempat ibadah. Kegiatan beribadah di tempat umum tetap harus diperbolehkan.
Hal itu dikatakan Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI bersama Kemenag yang disiarkan langsung situs dpr.go.id, Senin (11/5/2020).
"Kami setuju dalam pelaksanaan tidak boleh kemudian masjid itu digembok, tidak boleh ada kegiatan, atau misalnya gereja digembok, tidak boleh. Tetap aktivitas peribadatan harus diberikan ruang," ujar Zainut.
Yang tidak boleh, katanya, adalah terjadinya kerumunan, yang itu bisa berakibat yang terkait dengan penularan (Corona), transmisi penularan, itu yang kita hindarkan. Sepanjang protokol kesehatannya dijaga
Wakil Ketua Umum MUI itu juga menekankan penerapan protokol pencegahan Covid-19 selama warga beribadah di tempat peribadatan.
"Yang tidak boleh adalah terjadinya kerumunan yang itu bisa berakibat yang terkait dengan penularan, transmisi penularan, itu yang kita hindarkan. Sepanjang protokol kesehatannya dijaga," jelasnya..
Selain itu, Zainut juga meminta masyarakat memerhatikan fatwa MUI tentang ibadah di masa pandemi. Warga di zona merah haram melaksanakan ibadah di tempat umum.
Warga di zona kuning diperbolehkan untuk tidak salat di tempat umum. Sementara warga zona hijau dibolehkan beribadah seperti biasa di tempat umum.
"Untuk itu, kami mengimbau kepada tokoh agama agar melakukan komunikasi dengan pemerintah setempat, mana daerah-daerah yang diperbolehkan untuk dilakukan relaksasi atau kelonggaran, mana yang tidak boleh," imbuhnya.
Sebelumnya anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Gerindra, Moekhlas Sidiq, menilai penutupan tempat ibadah, misalnya masjid, selama pandemi virus corona (Covid-19) merupakan keputusan yang keliru.
Menurut Moekhlas, yang harus dilakukan adalah mengatur manajemennya, bukan menutup tempat ibadahnya. Membangun masjid dengan susah payah, tahu-tahu sekarang ditutup begitu saja. "Menurut saya, ini kesalahannya bukan masalah tutup atau tidak, manajemennya, Pak," kata Purnawirawan TNI itu.
Moekhlas lalu membandingkan dengan kantor Kemenag dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sampai saat ini tidak ditutup. Dia menegaskan bahwa masjid tetap boleh dibuka, namun tidak menghilangkan protokol kesehatan pencegahan corona.
"Kenapa kantor Kemenag sampai sekarang buka? Manajemennya, pak, nggak ditutup kok. Termasuk kantor presiden pun tidak ditutup. Yang diatur adalah manajemennya. Misalnya soal jarak di dalam kantor. Bahkan, kalau waktu kerja, pak, kantor kami, tentara, bisa 12 jam, pak, kantor-kantor normatif cuma 8 jam," papar Moekhlas.
"Sedangkan masjid sangat sedikit waktunya, mungkin zuhur setengah jam, asar setengah jam. Ini, menurut saya, manajemen yang keliru. Menurut saya, tetap dibuka, tetapi pengaturan waktu salat diatur, pak," pungkasnya.**